Kartun Erdogan (http://www.turkishnews.com)
Rencana serangan bendera-palsu (false-flag) NATO terhadap Turki untuk membenarkan invasi Turki di Suriah utara terbongkar menyusul laporan International Business Times dalam artikelnya, "Turkey YouTube Ban: Full Transcript of Leaked Syria ‘War’ Conversation Between Erdogan Officials", ungkap jurnalis investigatif, Tony Cartalucci.
Media itu, lanjutnya, merilis transkrip penuh percakapan yang dibocorkan antara kepala intelijen Turki Hakan Fidan dan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu. The Times melaporkan:
"Larangan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan terhadap YouTube terjadi setelah bocornya percakapan antara Kepala Intelijen Turki Hakan Fidan dan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu yang ingin dihapusnya dari situs berbagi-video."
"Percakapan yang bocor itu merinci rencana Erdogan bahwa serangan terhadap Suriah 'harus dilihat sebagai kesempatan bagi kita [Turki]'. Dalam percakapan itu, kepala intelijen, Fidan, mengatakan bahwa dirinya akan mengirim empat orang dari Suriah untuk menyerang Turki guna 'menciptakan penyebab perang'."
"Wakil Kepala Staf militer Turki, Letnan Jenderal Yaşar Guler menjawab bahwa tindakan yang diproyeksikan Fidan adalah 'penyebab langsung perang... apa yang akan Anda lakukan adalah penyebab langsung perang.' Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan bahwa bocoran rekaman percakapan pejabat tinggi yang membahas operasi Suriah itu 'sebagian dimanipulasi' dan merupakan 'serangan berbahaya' terhadap keamanan nasional."
"Dalam video yang bocor itu, Fidan bersama Davutoglu, Guler, dan pejabat lainnya sedang melakukan pembicaraan tentang operasi mungkin di Suriah untuk mengamankan makam Suleyman Shah, kakek pendiri kekaisaran Ottoman."
"Media Barat sengaja terobsesi secara dangkal pada larangan Turki terhadap Twitter dan Facebook serta kebocoran 'korupsi' dalam upaya menghindari percakapan yang mengungkap rencana serangan bendera-palsu Turki, anggota NATO selama beberapa dekade, yang akan mengakibatkan provokasi perang yang disengaja terhadap tetangganya, Suriah," papar Cartalucci.
Ini terjadi, lanjutnya, saat Turki menyediakan dukungan udara, logistik, dan artileri tertutup pada anggota kelompok teroris yang diciptakan Departemen Luar Negeri AS, Front al-Nusra, yang memimpin serangan yang sedang berlangsung dari wilayah Turki ke Latakia, provinsi barat laut Suriah.
Sejak operasi dimulai beberapa hari lalu, lanjut aktivis anti-perang ini, Turki telah menembak dan menjatuhkan sebuah pesawat tempur Suriah yang menarget para militan Front Nusra di wilayah Suriah. "Sementara Turki mengklaim pesawat tempur itu melanggar wilayah udara Turki, pesawat tersebut justru jatuh di wilayah Suriah, dan pilotnya dikeluarkan dan ditemukan di daratan Suriah," imbuh Cartalucci.
Insiden ini telah digunakan Turki untuk meletakkan dasar retorikanya guna lebih meningkatkan ketegangan antara Ankara dan Damaskus, yang kemungkinan besar merupakan upaya untuk membuatnya sebagai dorongan bagi terjadinya perang, ketimbang operasi bendera-palsu NATO yang berisiko.
"Postur berperang Turki di utara Suriah selaras dengan serangan gabungan AS- Saudi di selatan, dekat kota perbatasan Suriah-Yordania, Daraa," tutur Cartalucci. Serangan pihak yang disebut "Front Selatan" tampaknya sudah berhasil dinetralisasi pasukan keamanan Suriah.
Berkenaan dengan penciptaan "Front Selatan", lembaga pemikir kebijakan yang didanai perusahaan AS, Carnegie Endowment for International Peace, bahkan menyatakan dalam postingnya yang bertajuk, "Adakah 'Front Selatan' itu?":
"Alih-alih inisiatif dari para pemberontak itu sendiri... para pejabat asinglah yang meminta para komandan pemberontak untuk menandatangani pernyataan yang menyatakan penentangannya terhadap ekstremisme, seraya mengatakan bahwa itu adalah prasyarat untuk mendapatkan lebih banyak senjata dan uang. Karena para pengemis tak punya pilihan, para komandan kemudian secara kolektif mengangkat bahunya dan menandatanganinya--namun tak begitu banyak untuk mendeklarasikan aliansi baru untuk membantu para pejabat AS mencentang semua kotak yang tepat dalam laporan mereka untuk dibawa pulang ke rumah, seraya berharap bahwa ini akan membuka peti senjata lainnya."
"Dengan tibanya 'Front Selatan' di medan perang, dan beralihnya NATO pada serangan bendera-palsu untuk mendukung terang-terangan organisasi teror yang berafiliasi dengan al-Qaeda, keputusasaan Barat dalam apa yang terlihat sebagai 'napas terakhir' yang strategis, kiranya dapat diraba," pungkas Cartalucci.
0 komentar on Tony Cartalucci: NATO Bantu Turki Invasi Suriah :
Post a Comment and Don't Spam!