Setelah mendongkel Gaddafi, pasukan NATO membantu menerbangkan militan LIFG ke Suriah untuk melanjutkan perjuangannya menerapkan hukum Syariah di seluruh kawasan. Namun, penggunaan teroris al-Qaeda sebagai bidak di atas papan catur geopolitik untuk menjustfikasi ekspansi neo-kolonial bukanlah fenomena modern yang terbatas pada pemerintahan Obama. Di bawah rezim George W. Bush, kelompok yang berafiliasi denga al-Qaeda seperti Jundallah, juga digunakan untuk melakukan pemboman dan pembunuhan di Iran sebagai bagian dari kampanye destabilisasi lebih luas yang menarget Teheran.
Hubungan dekat Amerika Serikat dengan kelompok yang kemudian dikenal sebagai al-Qaeda membentang kembali ke tahun 1970-an ketika Osama bin Laden dipersenjatai dan didanai CIA melalui agen rahasia ISI Pakistan untuk memimpin mujahidin Muslim melawan (mendiang Uni) Soviet di Afghanistan. Setelah itu, Bin Laden memimpin al-Qaeda ke Bosnia tak lama setelah pecahnya perang pada 1992 untuk melawan Serbia Bosnia yang kemudian menjadi sasaran serangan udara NATO. Sesaat sebelum pengeboman NATO di Yugoslavia pada 1999, Bin Laden dan al-Qaeda hijrah ke Kosovo, provinsi selatan Serbia, untuk membantu Tentara Pembebasan Kosovo, faksi teroris Albania yang didukung AS dan NATO dalam kampanye terornya melawan Serbia di wilayah tersebut.
"Amerika Serikat, yang awalnya melatih orang-orang Arab Afghanistan selama perang di Afghanistan, mendukung mereka di Bosnia dan kemudian di Kosovo," lapor National Post. Dengan bantuan jaringan teror Bin Laden, yang didukung AS dan NATO, tidak kurang dari 90 persen warga Serbia "dibersihkan secara etnis" dan dipaksa meninggalkan wilayah tersebut, sementara media internasional memainkan peran patuhnya dengan menggambarkan Albania sebagai "korban" agresi Serbia.
Nyaris seminggu sebelum peristiwa 9/11, mantan anggota al-Qaeda yang kemudian bergabung dengan Tentara Pembebasan Kosovo diterbangkan dari Makedonia oleh pasukan cadanga AS. Mantan penerjemah FBI, Sibel Edmonds, mengungkapkan bahwa AS mempertahankan "hubungan intim" dengan Bin Laden, "dengan segala cara sampai tanggal 11 September itu." Para anggota jaringan teror Bin Laden terus mempertahankan hubungan dekatnya dengan AS dan sekutunya, bahkan selepas peristiwa 9/11.
Anwar al-Awlaki, sosok yang membantu rencana pengeboman yang gagal pada Hari Natal, penembakan Fort Hood, upaya pengeboman Times Square, dan juga diberitakan sebagai terduga pembajak pesawat pada 11 September, menyantap makanan di Pentagon beberapa bulan setelah kejadian 9/11. Tersangka dalang pengeboman 7/7 di London, Haroon Rashid Aswat, juga terungkap sebagai menjadi aset intelijen, yang dalam hal ini bekerja untuk MI6 Inggris.
Mantan utusan Arab Saudi untuk AS, Pangeran Bandar bin Sultan bin Abdul Aziz al-Saud, yang dikenal sebagai "Bandar Bush" karena kedekatan hubungannya dengan mantan Presiden George W. Bush dan ayahnya, merupakan dalang teror lain yang mendapat gaji dari kompleks industri militer AS. Saat menjabat Duta Besar Arab Saudi di Washington, Bandar bekerja sama secara rapat dengan Direktur CIA George Tenet.
Bandar hilang dari peredaran setelah ketahuan bahwa dirinya menjadi pemimpin de facto "al-Qaeda di Irak" yang telah bertanggung jawab dalam mempersenjatai organisasi teroris di Timur Tengah. Sosok yang dilaporkan pernah dijadikan George W. Bush sebagai tempat berkonsultasi sebelum invasi Irak 2003 itu telah melatih, mendanai, dan mempersenjatai para teroris untuk membunuh tentara AS, sehingga menjadikan pemerintah AS memiliki justifikasi yang sempurna untuk tetap bertahan sebagai kekuatan pendudukan di negara itu.
Sementara itu, di Afghanistan, sebagaimana ditegaskan Presiden Afghanistan Hamid Karzai tahun lalu, pemerintahan Obama kini juga berkolusi dengan Taliban sekalipun kelompok itu melancarkan bom bunuh diri dalam "melayani AS". Hal ini memberi dalih yang sempurna bagi pasukan AS untuk tetap berada di negara itu untuk menjaga ladang opium, sementara ekspor heroin Afghanistan terus mencapai rekor tertinggi.
Dalam hampir setiap kasus, mulai dari Afghanistan, Serbia, Irak, Libya, hingga Suriah, AS telah membantu atau paling tidak mengeksploitasi kehadiran al-Qaeda sebagai justifikasi untuk melancarkan perang, pergantian rezim, dan pendudukan. Berkat kebijakan ini, al- Qaeda sekarang menguasai lebih banyak wilayah di dunia Arab ketimbang sebelumnya. Jika peristiwa 9/11 benar-benar menandai awal dari "perang melawan teror", maka para teroris itu jela-jelas keluar sebagai pemenang.
Inilah sebabnya, mengapa yang disebut perang melawan teror telah menjadi penipuan monumental sejak awal. Kompleks industri militer AS membutuhkan teroris sebagai keniscayaan ekspansi neo-kolonial di mancanegara dan penindasan domestik di rumahnya sendiru, yag dengannya pemerintah AS melakukan yang terbaik dalam mencipta dan mempertahankan mereka (para teroris) di hampir setiap sudut Timur Tengah dan Afrika Utara.
0 komentar on Al-Qaeda, Musuh Muslimin Terbaik Cetakan Industri Militer AS :
Post a Comment and Don't Spam!